Catatan sejarah dan cerita yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, tahun 1529 kerajaan Talaga direbut oleh Cirebon dari Negara Pajajaran dalam rangka penyebaran agama Islam, yang sejak itu, sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam. Tetapi raja-raja Talaga, yaitu Prabu Siliwangi, Mundingsari, Mundingsari Leutik, Pucuk Umum, Sunan Parung Gangsa, Sunan Wanapri, dan Sunan Ciburang, masih menganut agama lama, yaitu agama Hindu.
Sunan Ciburang memiliki putra bernama Aria Wangsa Goparana, dan ia merupakan orang pertama yang memeluk agama Islam, namun tidak direstui oleh orang tuanya. Akhirnya Aria Wangsa Goparana meninggalkan keraton Talaga, dan pergi menuju Sagalaherang.
Di Sagalaherang, mendirikan Negara dan pondok pesantren untuk menyebarkan agama Islam ke daerah sekitarnya. Pad a akhir abad 17, ia meninggal dunia di Kampung Nangkabeurit, Sagalaherang dengan meninggalkan dua orang putra-putri, yaitu, Djayasasana, Candramanggala, Santaan Kumbang, Yudanagara, Nawing Candradirana, Santaan Yudanagara, dan Nyai Mas Murti.
Aria Wangsa Goparana, menurunkan para Bupati Cianjur yang bergelar Wira Tanu dan Wiratanu Datar serta para keturunannya. Putra sulungnya Djayasasana dikenal sangat taqwa terhadap Allah SWT, tekun mempelajari agama Islam dan rajin bertapa. Setelah dewasa Djayasasana meninggalkan Sagalaherang, diikuti sejumlah rakyatnya. Kemudian bermukim di Kampung Cijagang, Cikalongkulon, Cianjur, bersama pengikutnya dengan bermukim di sepanjang pinggir-pingir sungai.
Djayasasana yang bergelar Aria Wira Tanu, menjadi Bupati Cianjur atau Bupati Cianjur Pertama (1677 1691), meninggal dunia antara tahun 1681 -1706 meninggalkan putra-puteri sebanyak 10 orang, masing-masing Dalem Anom (Aria Natamanggala), Dalem Aria Martayuda (Dalem Sarampad), Dalem Aria Tirta (Di Karawang), Dalem Aria Wiramanggala (Dalem Tarikolot), Dalem Aria Suradiwangsa (Dalem Panembong), Nyai Mas Kaluntar , Nyai Mas Karangan, Nyai Mas Djenggot dan Nyai Mas Bogem. Dia juga memiliki seorang istri dari bangsa jin Islam, dan memiliki tiga orang putra-putri, yaitu Raden Eyang Suryakancana, yang hingga sekarang dipercayai bersemayam di Gunung Gede atau hidup di alam jin. Putri kedua, Nyi Mas Endang Kancana alias Endang Sukaesih alias Nyai Mas Kara, bersemayam di Gunung Ceremai, dan Andaka Warusajagad (tetapi ada juga yang menyebutkan bukan putra, tetapi putri bernama Nyai Mas Endang Radja Mantri bersemayam di Karawang).
Bertitik tolak dari situlah, Dalem Cikundul sebagai leluhurnya sebagian masyaraka Cianjur, yang tidak terlepas dari berdirinya pedal em an (kabupaten) Cianjur. Maka Makam Dalem Cikundul dijadikan tempat ziarah yang kemudian oleh Pemda Cianjur dikukuhkan sebagai obyek wisata ziarah, sehingga banyak dikunjungi penziarah dari pelbagai daerah.
Makam Dalem Cikundul, semula kondisinya sangat sederhana. Tahun1985 diperbaiki oleh Ny Hajjah Yuyun Muslim Taher istrinya Prof Dr Muslim Taher (Aim) Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta. Biaya perbaikannya menghabis kan sekitar Rp125 juta. Ny Hajjah Yuyun Muslim Taher marupakan donator tetap, dan ia pun merupakan keturunan dari Dalem Cikundul.
Read more:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar